Selasa, 06 Januari 2009

Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cidera Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA


1. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

2. Etiologi
a. Kecelakaan
b. Jatuh
c. Trauma akibat persalinan

3. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
- Gegar kepala ringan
- Memar otak
- Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
- Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
- Hipotensi sistemik
- Hipoksia
- Hiperkapnea
- Udema otak
- Komplikasi pernapasan
- Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain


4. Gejala
a. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
b. Muntah proyektil.
c. Papil edema.
d. Kesadaran makin menurun.
e. Perubahan tipe kesadaran.
f. Tekanan darah menurun, bradikardia.
g. An isokor.
h. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

5. Tipe / macam Trauma kepala antara lain
a. Trauma kepala terbuka.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
- Merobek duramater -----LCS merembes.
- Saraf otak
- Jaringan otak.


Gejala fraktur basis :
- Battle sign.
- Hemotympanum.
- Periorbital echymosis.
- Rhinorrhoe.
- Orthorrhoe.
- Brill hematom.

b. Trauma kepala tertutup
a) Komosio
- Cidera kepala ringan
- Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
- Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
- Tanpa kerusakan otak permanen.
- Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
- Disorientasi sementara.
- Tidak ada terapi khusus.
- Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
- Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.


b) Kontosio.
- Ada memar otak.
- Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.

c) Hematom epidural.
- Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
- Lokasi tersering temporal dan frontal.
- Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
- Katagori talk and die.
- Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.


d) Hematom subdural.
- Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
- Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
- Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
- Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.
- Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

e) Hematom intrakranial.
- Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
- Selalu diikuti oleh kontosio.
- Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
- Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.


6. Pengaruh Trauma Kepala
a. Sistem pernapasan
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
- Chyne stokes.
- Hiperventilasi.
- Apnea.

b. Sistem kardiovaskuler.
- Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
- Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
+ Disritmia.
+ Fibrilasi.
+ Takikardia.
- Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

c. Sistem Metabolisme :
- Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
- Dalam keadaan stress fisiologis.
Trauma --> ADH dilepas --> Retensi Na dan air --> Out put urine menurun --> Konsentrasi elektrolit meningkat
- Normal kembali setelah 1 - 2 hari.

7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala
Obat-obatan :
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuaii dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
f. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
g. Pembedahan.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
f. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
i. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
j. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
k. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

9. Penatalaksanaan
Konservatif:
- Bedrest total
- Pemberian obat-obatan
- Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)





ASUHAN KEPERAWATAN

Pada pasien cidera kepala Berat



1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

Kapan trauma terjadi? Apa yang terjadi?
Jika merupakan kecelakaan kendaraan bermotor, dimana pasien duduk, apakah mengenakan sabuk pengaman, dan berapa kecepatan kendaraan saat kecelakaan? Cidera apa yang diderita penumpang lain? Apa penyebab kecelakaan? Apa yang terjadi tepat sebelum kecelakaan?
Adakah pajanan oleh bahaya lain (misalnya asap, kabut)?
Apa yang diingat pasien? Dapatkan anamnesis dari saksi lain, paramedis, polisi, dan sebagainya.
Pastikan perawatan apa saja yang sudah didapat pasien sebelum masuk rumah sakit dan tanyakan kapan terakhir kali pasien makan?

Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat kondisi medis yang signifikan, khususnya gangguan kardiovaskuler?

Obat – obatan
Tanyakan konsumsi alkohol dan obat rekreasional yang terakhir kali. Pertimbangkan antikoagulan, imunosupresi, dan imunisasi tetanus

Alergi
Apakah pasien memiliki alergi?

Pemeriksaan Fisik

Survey Primer (ABCD)
Airway (Jalan Nafas)
Apakah jalan nafas sudah bebas? Jika belum, koreksi dengan mengubah posisi (angkat dagu dan dorong rahang), jalan nafas melalui mulut, suction, dan jika perlu intubasi (dengan imobilisasi untuk melindungi vertebra servikalis).
Tanyakan? Bagaimana keadaan anda? Jika pasien merespon suara jelas, jalan nafas sudah bebas ---- pada saat ini. Suara yang jelas, pernafasan yang tenang, dan status mental yang normal menyingkirkan kemungkinan adanya obstruksi yang signifikan.
Dengarkan bunyi mendengkur menunjukkan obstruksi, sedangkan bunyi berkumur menunjukkan sekresi, muntahan, atau darah dalam jalan nafas. Terdengarnya suara – suara ini merupakan indikasi untuk membersihkan jalan nafas, biasanya diikuti intubasi. Serak atau nyeri saat berbicara bisa menunjukkan cedera laring, yang bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas. Agitasi bisa terjadi akibat retensi karbondioksida.
Nilailah risiko jangka panjang bagi jalan nafas dengan mencari benda asing atau gigi yang lepas, dan periksa refleks muntah jika pasien tidak sadar.

Breathing (Pernafasan)
Apakah pasien bernafas adekuat? Jika tidak, berikan oksigen 100% dan resusitasi dari mulut atau ventilasi dengan cara lain.
Jika pernafasan pasien tidak jelas, tempelkan telinga pada mulut pasien. Sambil memperhatikan gerakan dada, dengarkan dan rasakan gerakan udara pada pipi anda. Nilailah laju pernafasan dan kedalamannya: dengarkan bunyi nafas di dada.

Circulation (Sirkulasi)
Apakah sirkulasi adekuat? Bagaimana denyut nadi dan TD? Adakah kehlangan darah yang jelas, perdarahan aktif? Pasang jalur vena, berikan cairan, mulai pijat jantung eksternal jika tidak ada curah jantung. Pantau sirkulasi pasien dengan EKG dan pengukuran denyut nadi dan TD yang sering. Hentikan semua perdarahan eksternal aktif dengan menekan tepat pada luka.
Jika ada syok berikan cairan dan pertimbangkan penyebab yang mendasarinya seperti hipovolemia, tamponade perikard, atau pneumotoraks tension.
Hipovolemia atau syok bisa menyebabkan gelisah, mengantuk, dan bahkan tidak responsif. Daerah perifer bisa tampak pucat, dinginm dan kebiruan atau berbintik – bintik.
Periksa nadi perifer
Periksa kecepatan dan irama nadi, TD, bunyi jantung, dan JVP
Imobilisasi kepala dan leher, dan pertahankan vertebra servikalis dalam posisi netral. Selalu anggap ada cedera pada vertebra servikalis sampai terbukti sebaliknya.

Disability (Ketidakmampuan) (Tingkat kesadaran)
Bagaimana tingkat kesadaran pasien? Gunakan Skor Koma Glasgow untuk mencatatnya. Periksa ukuran. Kesimetrisan dan reaktivitas pupil.

Survey sekunder
Dapatkan tanda vital lengkap, TD, denyut nadi, laju pernafasan, dan suhu.
Lakukan inspeksi kepala untuk mencari laserasi, hematoma, dan nyeri tekan. Periksa tulang wajah untuk mencari krepitasi atau instabilitas. Periksa mata untuk melihat adanya benda asing dan cedera langsung. Lihat gendang telinga untuk mencari adanya ruptur atau darah.
Periksa leher untuk mencari pembengkakan, hematoma, dan ketidaksejajaran prosesus spinosus posterior. Lakukan palpasi laring untuk mencari krepitus, nyeri tekan, dan stabilitasnya.
Periksa ulang dada untuk melihat gerakan dinding dada, krepitus (ermfisema bedah), nyeri tekan, dan simetri bunyi nafas dan perkusi.
Periksa jantung untuk menentukan posisi denyut apkes, ketinggian JVP, murmur, dan bunyi jantung teredam.
Periksa abdomen untuk melihat distensi, bising usus, dan nyeri tekan.
Lakukan palpasi pinggang untuk melihat nyeri tekan dan isi. Kemudian tekan panggul untuk menemukan nyeri tekan atau krepitus. Periksa integritas simfisis pubis dan lakukan evaluasi skrotum serta perineum untuk mencari hematoma dan pembengkakan. Lakukan pemeriksaan rektal, dan periksa meatus uretra untuk mencari darah.
Lakukan inspeksi dan palpasi lengan dan tungkai untuk mencari adanya deformitas, pembengkakan, dan cedera kulit. Periksa semua nadi perifer. Periksa fungsi motorik dan sensasi kulit jika tingkat kesadaran pasien memungkinkan.

Tingkat kesadaran/GCS (<>2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.


3. INTERVENSI
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
· Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
· Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
· Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
· Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
· Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
· Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
4. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
4) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
5) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
6) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
7) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
2. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
3. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
4. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
1. Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
2. Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
3. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
4. Ganti posisi pasien setiap 2 jam
5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
6. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
7. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
8. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
9. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.